Judul : Tahapan Produksi Pertelevisian
link : Tahapan Produksi Pertelevisian
Tahap Pra Produksi ialah tahap “planning” yang amat penting, dan sebaiknya kita sepakati saja ungkapan bahwa, “Gagal merencanakan sama artinya dengan merencanakan kegagalan.” Tahap Produksi kita sederhanakan sebagai “shooting video” sedangkan Tahap Paska Produksi sebagai “editing video “. Proses tersebut dilakukan secara berturut-turut dan hasil pekerjaan tiap tahapan amat mempengaruhi kelancaran kerja tahapan berikutnya.
Pada tahap Pra-Produksi segala sesuatunya direncanakan dari mulai penulisan skenario hingga jadwal shooting. Penulisan skenario merupakan kegiatan yang amat penting sebagai “bahasa tulisan” yang kelak akan diterjemahkan ke dalam “bahasa visual”. Skenario ini tidak harus rumit seperti naskah film Matrix, misalnya. Naskah yang sederhana pun akan amat membimbing kru produksi menuju konsep produk video yang telah disepakati. Sebagai contoh, produksi video reportase acara pernikahan yang di-skenario-kan dengan rumusan sinopsisnya, “reportase pernikahan yang khidmat, sakral, sederhana, religius” (karena memang demikianlah konsep pernikahan yang diusung mempelai) akan membimbing kameramen serta editor video untuk mengambil gambar-gambar yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan sinopsis tersebut, sedemikian rupa sehingga gambar-gambar yang bernuansa materialisme tidak akan ditonjolkan.
Pada Tahap Produksi pengambilan gambar (shooting video) dilakukan, idealnya hingga tuntas. Kebutuhan shooting video sebelumnya telah dirumuskan pada tahap Pra Produksi, idealnya dalam bentuk storyboard yang mencakup banyak informasi termasuk sudut pengambilan gambar (angle). Pada kebanyakan film komersial, kegiatan shooting merupakan tahapan kegiatan yang berbiaya produksi paling tinggi disebabkan keterlibatan banyak kru, pemain (aktor/aktris) itu sendiri, serta pemakaian alat-alat canggih yang dibayar sebagai sewa harian. Karena itu dapat dengan mudah dipahami bahwa kegiatan Pra Produksi yang baik dapat menuntun jalannya kegiatan produksi agar berjalan dengan efektif dan efisien. Meskipun kegiatan produksi pada film komersial mencakup banyak hal yang kompleks, namun pada artikel lainnya di sini hanya akan dijelaskan isu-isu mendasar seputar kegiatan shooting video yang sering dihadapi oleh para kameramen amatir.
Pada Tahap Paska Produksi semua bahan mentah produksi dikumpulkan untuk diolah. Analoginya, ialah seorang koki yang membawa semua bahan masakan dan bumbu ke dapur, untuk diolah sesuai resep yang telah ada. Dalam hal ini “bahan masakan” ialah hasil shooting video, “bumbu” ialah bahan pendukung lain seperti klip animasi, sound efek, dll, serta “resep” ialah skenario itu sendiri. Dengan demikian mudah dipahami jika kelancaran kegiatan editing video amat ditentukan oleh “skenario yang baik/jelas” serta “kelengkapan hasil shooting video dan elemen penunjang lain”. Jika keadaan ini tercapai, maka proses editing video ini dapat dilakukan sambil dinikmati. Sebaliknya, jika skenario “amburadul” dan stok gambar hasil shooting video tidak menunjang, tentu saja pelaku editing video akan kebingungan dalam bekerja. Bahkan tampaknya memang demikian yang banyak terjadi pada pelaku produksi home video maupun pelaku bisnis UKM, yaitu memulai kegiatan editing video padahal konsepnya masih blank, sedemikian rupa sehingga perlu waktu berjam-jam nongkrong di depan layar komputer untuk mencari inspirasi atau melakukan sejumlah eksperimen. Hal itu menjadikan editing video seperti kegiatan yang amat sulit dikerjakan, padahal harusnya tidak demikian jika perumusan konsep produksi video telah dilakukan bahkan sebelum shooting pertama dilakukan.
Tahap Pra Produksi
Desain Produksi
Pada tahap desain produksi ditentukan tujuan produksi, penentuan target-target, penyusunan kru, skeduling proyek, dan sebagainya. Tidak ada rumusan yang benar-benar baku pada tahap desain produksi ini, dan fleksibel tergantung skala proyek produksi. Pada dasarnya, desain produksi ialah tahap pendefinisian proyek sedemikian rupa dalam segala aspeknya sehingga kelak pada akhir proyek dapat menjadi rujukan, apakah proyek produksi yang telah dijalankan telah memenuhi kaidah-kaidah yang telah ditetapkan.
Tujuan Produksi
Misalnya, rencana produksi “profil video perusahaan ABCD” dirumuskan tujuan produksinya untuk memberikan sekilas pandang perusahaan tersebut dimana produk yang kelak dihasilkan akan dibagikan kepada para klien perusahaan serta para prospek klien. Tujuan produksi ini dapat pula dijabarkan secara lebih detil menurut prinsip tujuan komunikasi, dimana di dalam komunikasi setidaknya ada 5 aspek yang harus diperhatikan, yaitu komunikator, komunikan (audiens), materi komunikasi (pesan yang hendak disampaikan), media komunikasi, dan cara penyaluran pesan. Tujuan produksi dapat pula secara spesifik menyebut tujuan-tujuan tertentu, misalnya : tujuan mengikuti festival film Indie, tujuan komersial, tujuan presentasi, dsb. Bahkan untuk sebuah tujuan eksperimental pun, sebaiknya dilakukan perumusan agar perumusan tujuan produksi ini kelak dapat dipakai sebagai rujukan saat menulis jurnal/evaluasi kegiatan.
Pada proyek resmi dari instansi, tujuan produksi ini tercantum suatu Term of Reference (Kerangka Acuan Kerja). Klik disini untuk download contoh.
Penentuan Target-target
Ini masih berkaitan erat dengan perumusan tujuan di atas, tapi dengan memakai indikator yang lebih terukur. Misalnya, target keberhasilan penyampaian pesan, target pencapaian finansial, target pencapaian kualitas gambar, target jumlah audiens, dsb.
Penyusunan Kru
Berbeda dengan produksi film komersial (apalagi film Hollywood) yang dikerjakan oleh banyak kru dengan tugas dan keahlian masing-masing, suatu home video dapat dikerjakan oleh suatu tim kecil dengan tugas serba rangkap. Sejumlah aspek pekerjaan penting ialah produser, penulisan skenario, penyutradaraan, kameramen, pencahayaan, make up & wardrobe, penata artisitik dan editing. Tidak masalah dengan keterbatasan sumberdaya manusia yang dapat terkumpul di dalam kru produksi, yang lebih penting ialah adanya kejelasan soal pembagian tugas dan deskripsi job masing-masing. Misalnya dapat berbentuk tim kecil beranggotakan 3 orang, dimana seorang berperan rangkap sebagai produser/penulis skenario/penyutradaraan, seorang sebagai kameramen/editor, dan seorang sebagai lighting man/penata artistik. Penjelasan lebih lengkap tentang susunan kru yang lebih ideal, klik disini.
Skeduling Proyek
Skeduling proyek memegan peranan yang amat penting dalam pencapaian efektivitas dan efisiensi produksi, terutama kegiatan produksi (shooting video) dimana terlibat banyak sumberdaya manusia, pemain dan peralatan shooting video yang digunakan. Idealnya, suatu pengambilan gambar telah direncanakan dan dijadwalkan pada tenggang waktu yang cukup sebelumnya sehingga semua pihak yang terlibat dalam shooting video tersebut dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menunaikan peran/tugasnya masing-masing, yang melibatkan kesiapan mental, fikiran dan peralatan. Skeduling proyek juga amat berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam produksi video untuk mengukur sejauh mana kemajuan suatu proyek pada saat-saat tertentu, agar dapat melakukan evaluasi proyek berjalan. Contoh skeduling proyek, klik disini.
Pembuatan Skenario
Pembuatan skenario, meskipun lazimnya dilakukan dalam proses produksi film komersial, namun dapat diadaptasi untuk proses pembuatan produk audio-visual lainnya dengan penyesuaian seperlunya. Hal ini dimungkinkan karena film dibuat untuk menyampaikan pesan komunikasi secara visual, sebagaimana di sini kita akan membuat sejumlah produk video juga sebagai media untuk menyampaikan pesan komunikasi. Prinsip-prinsip umum di bawah ini kelak akan dibahas lagi secara singkat cara penerapannya dalam konteks produksi masing-masing produk video di bagian ragam produksi.
Empat aspek dalam penulisan skenario :
Empat aspek dalam penulisan skenario :
1. Konsep cerita, dirumuskan dalam sebuah kalimat tunggal yang menjelaskan tokoh utama dalam film dan apa yang ingin diperbuat atau diperjuangkannya.
2. Karakterisasi (perwatakan), yaitu tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita. Setiap tokoh dijelaskan karakter dasarnya dengan penekanan penjelasan pada tokoh-tokoh utama. Perbedaan karakter ini akan memainkan peranan penting yang melatarbelakangi bagaimana setiap tokoh bersikap dan bertindak tentang suatu isu/masalah. Seperti kita ketahui, sekelompok manusia dapat bersikap dan melakukan tindakan yang sama meski masing-masing memiliki pikiran/motivasi yang berbeda. Sebaliknya, sekelompok manusia dapat bersikap dan melakukan tindakan yang berbeda meski memiliki kesamaan pikiran/motivasi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kombinasi karakter dan isu yang unik dapat melahirkan cerita yang menarik.
3. Alur cerita; rangkaian kejadian dan hubungannya dengan karakter. Bagaimana kejadian demi kejadian dirangkai menjadi suatu cerita akan amat menentukan keberhasilan terjalinnya cerita yang menarik. Contoh : sebuah film yang diawali adegan pembunuhan sadis oleh seseorang terhadap korbannya yang “tak bersalah” akan menimbulkan rasa penasaran pemirsa, ketimbang jika lebih dulu ditampilkan gambar kejadian yang menyajikan fakta bahwa pada masa kecilnya si pembunuh tersebut seringkali mendapat penyiksaan dari orangtuanya sehingga ia menderita kelainan jiwa. Untuk memancing proses kreatif dalam menyusun alur cerita, dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan berikut : “bagaimana jika hal buruk ini terjadi, yaitu hal yang merintangi usaha tokoh utama mencapai tujuannya? bagaimana pula jika terjadi hal lain lagi?” Kejadian demi kejadian ini juga harus dapat membangun emosi pemirsa, misalnya karena secara bergantian adegan-adegan kejadiannya mengandung ketegangan, tawa dan airmata.
4. Perancangan adegan per adegan; rangkaian rencana pengambilan gambar yang meliputi dialog, akting, set properti, setting lokasi, dsb. Dapat dengan mudah dibayangkan tentang suatu cerita yang memiliki konsep cerita, karakterisasi dan alur cerita yang menarik, tapi lantas berakhir menjadi film yang buruk karena kelemahan dialog, akting, setting lokasi dan properti?
Penulis skenario yang berpengalaman pun belum tentu dapat menulis skenario “sekali jadi”. Yang lazim terjadi ialah dibuatnya “draft skenario” untuk kemudian dipelajari lagi demi mendapatkan ide-ide pelengkap untuk finishing pembuatan skenario tersebut. Bahkan bagi skenario yang sudah jadi pun, terjadinya revisi skenario merupakan hal yang lumrah terjadi. Sejumlah pertanyaan berikut ini harus dipertimbangkan saat menulis skenario, baik tahap awal maupun tahap lanjutan :
1. Siapakah yang punya cerita ini? Tokoh utama dengan isu pokoknya harus jelas, jangan sampai tokoh pendukung memiliki karakterisasi lebih kuat dengan isu yang lebih menarik.
2. Dari sudut pandang cerita siapa film akan dibuat, apakah dari tokoh utama, atau pihak ke-2 (orang yang diajak berdialog langsung oleh tokoh utama), atau dari pihak ke-3 yang mengamati tokoh utama dari luar.
3. Di mana bagusnya adegan akan berawal, dimana pula akan berakhir?
4. Apa poin-poin dari tiap adegan yang dirancang, akan mengarah ke mana?
5. Apa informasi terpenting yang diperlukan pemirsa dari suatu adegan tertentu?
6. Apakah adegan tertentu benar-benar berkaitan dengan cerita, dan menggerakkan cerita menuju akhir? Jika tidak, adegan ini berpotensi “melambatkan cerita” dan menimbulkan kebosanan kepada pemirsa.
7. Selalu mengingat bahwa adegan ialah bahasa gambar. Idealnya, gambar murni yang tanpa dialog sudah bisa menyampaikan pesan komunikasi yang hendak disampaikan.
8. Selalu mengingat untuk “mengolah gambar”, “merancang konflik”, dan “membaur emosi”
9. Bagaimana membuat keterkaitan yang menarik antar satu adegan dengan adegan lainnya?
10. Apakah terjadi perulangan adegan? Adegan yang benar-benar sama tentu saja hampir mustahil terjadi. Yang dimaksudkan disini ialah terjadinya sejumlah adegan yang sebenarnya mengandung pesan komunikasi yang mirip/sama. Saat pemirsa melihat suatu adegan lalu berhasil menangkap pesannya, lalu kepadanya disuguhkan adegan lain yang baginya punya pesan yang sama dengan adegan sebelumnya. Tentu saja ia akan menjadi bosan.
11. Apakah adegan datar (minim konflik, minim emosi, minim informasi)? Jika ya, bagaimana caranya agar timbul suatu yang dramatis atau luarbiasa terjadi, bahkan dari “hal-hal yang sepele atau biasa?”
12. Apakah pemirsa akan tertarik dengan semua rangkaian gambar ini?
Sumber Potensi Kreatif bagi Penulisan Skenario
Salahsatu wujud kreativitas ialah kemampuan memilih antara mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dirangkai dalam suatu cerita.
1. Penggalian fakta terhadap setting cerita dan karakter yang akan di-skenariokan. Misalnya, penulisan skenario film “Slumdong Millionaire” tentu mustahil dilakukan jika tidak melakukan riset terhadap bentuk kehidupan miskin di India.
2. Penggalian pemahaman dan pengetahuan yang telah ada. Penulis skenario sebelumnya telah memiliki nilai-nilai dan pemahaman tertentu atas isu tertentu hasil dari kehidupannya selama ini. Hal ini dapat digali untuk mendapatkan hal-hal menarik (mungkin ironi) dibandingkan dengan fakta yang telah digali.
3. Penggalian imajinasi. Bagaimana suatu masalah dapat timbul dan terselesaikan dari benturan nilai-nilai dan kepentingan yang sudah ada atau potensial terjadi.
Format Skenario
Perancangan skenario sendiri lebih berupa “aspek mental yang abstrak” dari seorang penulis skenario yang dapat dituangkan ke dalam berbagai bentuk (tulisan) sesuai keperluannya. Pada produksi sebuah film, skenario dituangkan dalam format standar tertentu yang dimaksudkan agar kru produksi yang terlibat mengetahui perannya masing-masing saat pengambilan gambar. Namun untuk sebuah produk skala kecil dengan tim kecil, skenario dapat diadaptasi menjadi rumusan bersama yang sederhana, asal dapat dimengerti dan menjadi acuan kerja kru produksi (misalnya kameramen, sutradara, lighting man). Contoh skenario sederhana pada workshop film pendek “Suster Mengaku Hantu”, klik disini.
Storyboard
Storyboard ialah rangkaian gambar ilustrasi yang berusaha menjelaskan bahasa tulisan skenario ke dalam bahasa visual. Adegan demi adegan cerita yang sebelumnya telah dirumuskan dalam skenario diterjemahkan menjadi gambar oleh sutradara dengan bantuan kameramen dan storyboard artist, sedemikian rupa sehingga dalam potongan-potongan gambar ilustrasi yang dihasilkan terhimpun informasi tentang para pelaku adegan, adegan yang dilakukan, lokasi dan properti, sudut pengambilan gambar, dan sebagainya. Pada kenyataan dalam praktek, keberadaan storyboard merupakan “barang mewah”, yaitu meskipun memang dirasakan manfaat besarnya, namun kesulitan pengerjaannya membuat suatu tim produksi sering mengabaikannya dengan melewati proses ini, dan menyerahkan pelaksanaan shooting video kepada kemampuan langsung di lapangan. Salahsatu kendala yang sering dihadapi ialah tidak tersedianya tenaga ilustrator gambar.
Contoh storyboard film pendek “Suster Mengaku Hantu“, klik disini.
Contoh storyboard film pendek “Suster Mengaku Hantu“, klik disini.
Layout
Layout ialah bentuk lanjutan dan terakhir dari kegiatan pra produksi. Di sini, gambar-gambar storyboard dirangkai dalam suatu kegiatan editing video, sesuai skenario (di-scan sebelumnya), bagaikan hasil shooting video yang sudah selesai diambil. Elemen-elemen lain ditambahkan seperlunya sekedar untuk mencari gambaran awal dari “produk yang telah selesai”, misalnya dubbing narasi dan musik ilustrasi. Hasil akhir layout ini dapat berupa file video yang dapat disaksikan bersama oleh kru produksi dan klien, jika ada. Layout ini amat bermanfaat, antara lain :
· Kru produksi (maupun klien) mendapat gambaran yang lebih jelas tentang produk yang akan dihasilkan. Banyak orang yang daya imajinasinya tak cukup tinggi untuk bisa membayangkan hasil akhir sebuah produk dari sebuah skenario, yang mengerti tentang rencana produksi dengan adanya layout ini.
· “Pace” dari video dapat terasa. Idealnya, video menyampaikan pesan/informasi yang berkembang setiap saat dengan kecepatan yang tepat. Video yang “terlalu cepat” akan membingungkan pemirsa, sedangkan yang terlalu lambat akan membuat pemirsa bosan dan bahkan tertidur. Jika disadari pace yang kurang sesuai, akan menjadi catatan dalam kegiatan editing video kelak, untuk memanjangkan atau menyingkat adegan-adegan tertentu dalam rangka perbaikan pace ini.
· Peran ilustrasi musik terhadap pembentukan mood video dapat terasa, dan editor dapat ber-eksperimen dengan backsong yang akan digunakan kelak.
· Secara teknis, pembuatan layout ini juga amat membantu editor kelak saat berkegiatan editing video. Karena potongan gambar ilustrasi tersebut sudah diatur tempat dan durasinya sedemikian rupa sehingga kelak hanya tinggal diganti dengan hasil shooting video.
· Secara mental, kru produksi akan merasa bahwa “video sudah hampir selesai”, dan tinggal mengisi potongan-potongan gambar ilustrasi tersebut dengan hasil shooting video.
Shooting Video
Dalam menjalankan proyek produksi video, khususnya kegiatan pengambilan gambar atau shooting video, sejumlah hal berikut ini harus dipersiapkan dengan baik : a) desain produksi termasuk skenario, yang bisa menjadi panduan yang baik tentang apa-apa yang harus dikerjakan selama shooting; b) kesiapan kru dalam menjalankan perannya masing-masing; c) kesiapan perlengkapan yang juga merupakan tanggung jawab masing-masing kru.
Berikut ini gambaran sejumlah fungsi produksi (shooting video) suatu proyek home video yang dilakukan oleh suatu tim kecil terdiri dari 3-5 orang, serta kompetensi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut.
Fungsi Sutradara
Seorang sutradara berusaha menerjemahkan bahasa tulisan pada skenario menjadi bahasa visual video. Dalam upayanya itu, tergantung jenis produksi video yang dikerjakannya, ia bisa berurusan dengan aktor/aktris (atau “talent” yang mengisi peran pendukung), kameramen, penata artistik dan kru lainnya. Sutradara inilah yang mengatur akting artis/talent termasuk dialognya. Untuk mendapatkan pemeran yang tepat untuk peran tertentu, sebelumnya dapat dilakukan suatu uji peran yang disebut dengan “casting” terhadap sejumlah orang yang dinominasikan untuk peran itu. Bahkan dalam suatu produk non-cerita pun, misalnya dalam produk video profil perusahaan atau liputan video pernikahan, diperlukan sedikit banyak rekayasa adegan untuk menciptakan bahasa gambar yang lebih kuat, dan dalam hal inilah peran sutradara amat diperlukan. Misalnya, aktivitas di ruang kerja kantor diatur sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan suasana kerja yang sibuk dan dinamis, meskipun sebenarnya dalam kesehariannya kesibukan yang seperti itu tidak pernah terjadi.
Fungsi Kameramen
Kameramen membantu sutradara dalam upaya penerjemahan dari bahasa tulisan ke bahasa visual. Sudut pengambilan gambar amat menentukan keberhasilan penyampaian pesan. Sebagai suatu kontras dapat disebutkan bahwa sudut pengambilan gambar yang tinggi (high angle) terhadap obyek dapat menimbulkan kesan ketidakberdayaan obyek, dan sebaliknya low angle dapat membantu menimbulkan kesan perkasa pada obyek yang diambil. Demikian pula pergerakan kamera dapat membantu menciptakan kesan-kesan tertentu sesuai tuntutan cerita.
Fungsi Pencahayaan
Jika fotografi sering disebut dengan “melukis dengan cahaya”, kira-kira demikian pula halnya dengan video, yaitu bagaimana pentingnya memahami karakteristik pencahayaan pada proses shooting video. Gambar yang jelas/tajam dapat diperoleh pada intensitas cahaya tertentu. Sedangkan kelebihan cahaya (over exposure) menyebabkan detil warna tidak diperoleh dan gambar menjadi dominan putih, sedangkan pada kasus kekurangan cahaya (under exposure), detil warna obyek tidak diperoleh dan gambar menjadi dominan hitam.
Peralatan video memang berbeda dengan peralatan produksi film. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa lensa kamera video memiliki kepekaan cahaya yang lebih rendah daripada kamera film sehingga ia memiliki keterbatasan dalam menangkap rentang cahaya. Karena itulah, lokasi shooting video akan amat menentukan kualitas gambar video yang dihasilkan, dimana pada indoor shooting dengan peralatan lighting yang memadai, sumber-sumber cahaya lebih mudah dikendalikan untuk pencapaian gambar yang ingin dihasilkan. Sementara outdoor shooting harus diatur sedemikian rupa agar kontras warna dapat diminimalkan (yang akan mengurangi ketajaman gambar yang akan dihasilkan).
Fungsi pencahayaan ini dapat diperankan oleh seorang lighting man khusus (terutama jika indoor shooting menggunakan sumber cahaya buatan) atau sekedar bahan perhatian kameramen saat operasional kameranya.
Fungsi Artistik
Seorang penata artistik bertanggung jawab menyiapkan setting lokasi shooting termasuk semua properti yang merupakan bagian dari skenario. Misalnya, dalam skenario terdapat adegan kesibukan kerja di kantor maka penata artistik harus menyiapkan setting lokasi dan semua barang yang diperlukan agar adegan tersebut “hidup” sesuai dengan kenyatannya. Pada konteks home video yang berbeda dengan produksi film komersial, tugas penata artistik tetap penting. Meskipun mungkin tidak perlu dibuat suatu rekayasa khusus untuk setting lokasi dan adegan, namun ia harus mengoptimalkan kondisi lokasi dan properti yang sudah ada untuk membantu fungsi sutradara dan kameramen agar dapat dihasilkan gambar yang baik. Dalam pengambilan suatu gambar produk video amatir misalnya, sering ditemukan kemunculan benda-benda yang mengganggu penglihatan, yang sering luput dari perhatian kameramen. Peran seorang penata artistik lah yang harus membantu mengurangi kemungkinan terjadinya hal seperti ini.
Pada tahap Pra Produksi, penata artistik memulai pekerjaannya dengan mempelajari skenario dengan teliti, lalu membuat list berisi detil kebutuhan set dan properti, lalu membuat bujet untuk penyediaan properti tersebut. Imajinasi dan kreativitas amat diperlukan pada tahap ini untuk mengupayakan agar properti dapat tersedia secara mudah, murah dan cepat, tanpa mengorbankan kualitas properti yang berpotensi merusak cerita. Sedangkan pada tahap Produksi, penata artistik terus mengikuti kegiatan shooting untuk menyiapkan semua kebutuhan bagi adegan demi adegan yang akan di-shooting. Kecepatan dan keterampilan dalam membongkar pasang properti akan merupakan salahsatu penentu berlangsungnya kegiatan shooting yang efektif dan efisien.
Fungsi Make-up & Wardrobe
Fungsi ini diperlukan untuk menyiapkan orang-orang yang akan tampil sebagai obyek shooting dalam hal busana/pakaian/kostum dan make-up. Dalam hal pakaian, beberapa faktor yang harus menjadi perhatiannya : kerapihan, kebersihan, kecocokan, dan warna. Tiga aspek yang disebutkan awal tadi mungkin mudah untuk dipahami, yaitu bahwa pemain/talent yang tampil harus berpakaian dengan layak sesuai dengan perannya. Adapun mengenai warna ialah, berhubung kamera video memiliki kepekaan lensa yang terbatas, maka sedapat mungkin harus dihindari pemakaian warna pakaian yang memiliki kontras tinggi dengan warna kulit/wajah. Yang sering terjadi ialah, bahwa kebanyakan orang Indonesia berwarna kulit gelap (sawo matang) namun karena udara yang cukup panas sering memakai pakaian/kaos berwarna cerah seperti putih, kuning. Kombinasi warna kulit dan pakaian dengan warna tersebut tidak cocok untuk keperluan shooting karena kontras warna tersebut menyebabkan detil obyek sulit tertangkap oleh kamera. Jadi disarankan untuk memilihkan pakaian yang warnanya dekat dengan warna kulit pemain/talent.
Adapun soal make-up, pekerjaan minimal yang dapat dilakukan namun dapat memberi efek signifikan ialah soal kerapihan potongan rambut, pembersihan wajah dan pembedakan. Wajah pemain/talent yang berminyak akan memantulkan cahaya dan akan menjadi gambar yang buruk. Amat baik jika untuk keperluan home video pun tersedia fungsi make-up ini yang melakukan kegiatan pembersihan wajah dan pembedakan agar wajah para pemain/talent dapat tertangkap dengan baik oleh kamera video saat shooting.
Fungsi Asistensi
Kegiatan pengambilan gambar sebenarnya melingkupi sejumlah banyak tugas yang kompleks. Sebagai perbandingan dapat kita lihat bahwa setelah berakhir suatu tayangan film komersial, film Hollywood misalnya, maka muncullah sekian ratus orang yang terlibat dalam proses produksi film tersebut. Pada produksi home video, meskipun hanya sedikit sumberdaya manusia yang bisa dilibatkan, sebaiknya fungsi-fungsi tertentu yang telah dijelaskan di atas tetap coba dijalankan meski dengan keterbatasan masing-masing. Untuk itu dapat diperbantukan seorang asisten yang melakukan segenap tugas rangkap untuk membantu tugas-tugas yang dijalankan oleh kru inti. Tugas asistensi ini bisa amat fleksibel, tergantung kondisi di lapangan.
Demikianlah postingan
Tahapan Produksi Pertelevisian kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Oke, See you di postingan berikutnya.
Anda telah membaca Tahapan Produksi Pertelevisian dari link https://alamsyah029.blogspot.com/2011/11/tahapan-produksi-pertelevisian.html
Post a Comment