0
Jika Ibu Tidak Mengatakan yang Sebenarnya - Hai Sobat ALAMSYAH029, Pada artikel yang anda baca kali ini dengan judul Jika Ibu Tidak Mengatakan yang Sebenarnya, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Jika Ibu Tidak Mengatakan yang Sebenarnya
link : Jika Ibu Tidak Mengatakan yang Sebenarnya

Ibu Kur mengeluh karena putrinya yang masih di playgroup suka menggesek-gesek kemaluannya pada sudut meja atau benda apa saja. Ibu ini merasa malu karena perbuatan itu dilakukan sang anak dengan sengaja dan ia merasa senang. Tindakan yang kurang senonoh itu sudah mulai dilakukan ketika si anak belum genap berusia 5 tahun. Keluhan serupa juga pernah diutarakan Ibu Suk, karena anak lelakinya sering luka lecet di kemaluannya. Pada mulanya, si anak tidak mengaku kalau luka itu akibat perbuatan yang disengaja. Namun setelah didesak, akhirnya is mengaku bahwa dirinya memang merasa senang mempermainkan kemaluannya, bahkan atas bantuan adiknya, ketika usianya belum cukup 4 tahun.
Perkembangan psikoseksual
Anak-anak masih dalam kondisi yang stabil. Mereka banyak dipengaruhi oleh faktor dominan yang terikat pada faktor konstitusi (yang dibawa dan terbentuk dalam tubuh), lingkungan, dan ada tidaknya trauma yang menimpanya selama masa perkembangan psikoseksual. Berperan buruk tidaknya pengaruh ini sangat ditentukan oleh sikap orangtua dalam mendidik anaknya. Sikap kaku, keras, dan otoriter, tidak jarang akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak.
Dalam perkembangan yang normal, masa bayi ditandai dengan fase oral, di mana anak memperoleh kenikmatannya melalui mulut. Ini terjadi sampai bayi berusia 18 bulan. Segala apa yang diraihnya, dimasukkannya ke dalam mulutnya. Fase mulut ini dilanjutkan dengan fase anal dan falik sampai anak berumur 5 tahun. Pada fase ini, anak memperoleh kenikmatannya melalui liang dubur dan kemaluannya. Setelah fase ini terlewati, anak masuk ke dalam fase laten menjelang masa akil baliknya.
Dalam memasuki fase demi fase kehidupan psikoseksualnya, anak sedikit banyak akan mengalami hambaran dan pengaruh, baik yang menguntungkan maupun merugikan perkembangannya. Terutama pada fase anal dan falik, di mana sering terjadi kompleks Oedipal yang tidak terselesaikan secara normal. Trauma ini biasanya karena sikap orangtua yang kurang bijaksana.
Dalam masa perkembangan psikoseksualnya, anak memahami identitas gendernya, yang secara tegas merasakan perbedaan dirinya dengan lawan jenisnya. Tanpa kesadaran yang jelas, mungkin karena lingkungan dan asuhan yang kurang diarahkan, anak akan mengalami gangguan dalam identitas pembedaan jenis kelamin. Ini dapat mengganggu identitas seksual, yang kemudian akan mengganggu pula perilaku dan tingkah laku seksualnya yang normal.
Pada fase anal dan falik, anak sudah mulai berfantasi lewat pengeluaran najis dan air seninya. Selanjutnya, anak memperoleh kenikmatan dengan cara memanipulasi kemaluannya (mungkin pula dengan cara masturbasi). Tidak jarang anak merasa senang memperagakan kemaluannya. Ia merasa bangga memiliki bentuk kemaluannya dan sangat merasa takut kehilangan zakarnya, pada anak laki-laki. Pada anak perempuan, yang terjadi sebaliknya. Mereka merasa kehilangan zakar dan merasa cemburu karena tidak memilikinya. Perkembangan seperti ini normal adanya.
Apabila pada masa ini—yaitu fase anal dan falik yang berlangsung antara usia 10 bulan sampai 5 tahun—orangtua keliru menghadapinya, penyimpangan perkembangan psikoseksual mungkin saja dapat terjadi. Sikap orangtua yang menentang perilaku anaknya pada masa ini dapat menimbulkan perasaan negatif dalam diri si anak. Rasa malu, takut, dan bersalah yang muncul dalam diri si anak, menjadi dasar berkembangnya masalah neurotik kelak setelah si anak menjadi dewasa, yang berkaitan erat dengan masalah seksualnya.
Kompleks Oedipal berlangsung pada masa tersebut di atas. Anak lelaki akan mencintai ibunya. Ia merasa ingin memiliki ibunya. Memandang ibunya sebagai objek seksual sekaligus memusuhi ayahnya, yang dipandang sebagai rival. Kejadian yang sebaliknya terjadi pada anak perempuan. Proses ini berlangsung mulus atau tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi kultural, pengaruh sosial, lingkungan, serta latar belakang keluarga. Tercakup ke dalamnya sikap orangtua dalam mengasuh anak mereka.
Kompleks di atas harus terselesaikan secara baik. Biasanya, anak lelaki akan merasa takut dan mengalah terhadap ayahnya, yang semula dipandangnya sebagai rival. Lalu ia mulai mengidentifikasikan dirinya sebagai ayah. Anak merasakan adanya ancaman kastrasi (disunat). Ia merelakan melepaskan keinginannya untuk memiliki ibunya dan memandangnya sebagai objek seksualnya. Setelah konflik ini terselesaikan, anak dapat mengidentifikasikan dirinya terhadap ibunya. Identifikasi yang terakhir ini jelas tidak normal pada anak lelaki. Demikian pula jika sebaliknya terjadi pada anak perempuan.
Sifat-sifat feminin yang dominan pada anak lelaki biasanya terjadi akibat dalam kondisi tertentu ia mengidentifikasikan dirinya dengan ibunya. Ini merupakan penyimpangan, yang dianggap sebagai kompleks Oedipal yang tidak terselesaikan.
Fase laten sebagai lanjutan dari akhir dari kompleks Oedipal akan mengokohkan anak dalam mengidentifikasikan identitas seksualnya sesuai dengan jenis kelaminnya. Pergaulan homososial, yakni dengan sesama jenisnya, akan memperkuat sifat tabiat kekelaminannya. Yang wanita akan semakin menonjol kewanitaannya sementara yang pria akan semakin mantap kepriaannya. Perkembangan ini tentu akan mengembangkan perilaku seksual yang normal.
Penyimpangan dalam identifikasi diri tidak jarang terjadi. Kompleks Oedipal seperti telah disebutkan di atas menjadi masa yang amat menentukan dalam kehidupan seksual seseorang. Ibu yang dominan, ayah yang “lemah” dan tidak dirasakan “hadir” dalam suasana rumah ketika anak sedang dalam fase anal dan falik akan membuat anak keliru mengidentifikasikan dirinya. Anak lelaki menjadi lebih feminin, demikian pula jika terjadi sebaliknya.
Dalam keadaan normal, wajar jika anak lelaki pada usia di bawah 5 tahun begitu dekat dan manja terhadap ibunya. Namun, jika perasaan dekat dengan ibu menjadi sedemikian “intim” sehingga si anak meniru bersikap, bertingkah laku, dan berpenampilan seperti yang tampak pada ibunya, jelas ini tidak normal. Apalagi anak cenderung merasa tidak senang bergaul dengan teman yang berlawanan jenis. Keadaan ini merupakan kompleks Oedipal yang tidak terselesaikan dan dapat menjadi awal dari perilaku homoseksual. Ia mendistorsikan sikapnya terhadap wanita sebagai rangsangan yang tidak menyenangkan dirinya (sadomasokistik) dan mengembangkan sikap homoseksual terhadap pria. Akhirnya, ia mengembangkan perilaku seksual yang menjurus ke homoseksual, suatu fantasi seksual yang diarahkan pada jenis kelamin yang sama. Ini terjadi akibat fiksasi identifikasi seperti telah diuraikan di atas. Anak lelaki tentu terikat pada ibunya.
Lebih terbuka pada anak
Kebanyakan keluarga kita masih terkungkung oleh adanya unsur tabu dalam hal seks. Keterbatasan orangtua untuk membicarakan masalah seksual dengan anak-anaknya justru akan menimbulkan kesulitan bagi anak dalam perkembangan psikoseksual, jika bukan malah menimbulkan kejahatan seksual.
Anak harus merasa jelas tentang identitas jenis kelaminnya. Anak juga harus merasa sadar tentang identitas seksualnya, sehingga dengan fantasinya yang wajar dan normal dapat mengembangkan perilaku seksual yang normal. Hambatan atau penyimpangan dalam proses ini akan berakibat buruk terhadap perkembangkan psikoseksualnya. Sikap neurotik menjadi akar penyebab dari berbagai deviasi seksual yang dialaminya setelah dewasa. Trauma ini terjadi hampir seluruhnya karena sikap dan perlakuan ibunya selama mengasuhnya yang kurang bijaksana.
Bersikap lebih terbuka dalam hal seks terhadap anak barangkali tidak mampu dilakukan oleh semua orangtua. Namun, sekurang-kurangnya, bersikap bijaksana selama masa identifikasi anak akan membantunya melewati masa perkembangan psikoseksualnya secara mulus dan normal. Di tangan orangtualah semua ini terletak. Biarkan anak-anak berkembang wajar sebagaimana ia harus menjadi, tanpa orangtua mengusiknya dengan banyak kata yang berbunyi: jangan!
Pustaka
Dari Balik Kamar Praktik Dokter 2 Oleh Dr.handrawan Nadesul
http://requestartikel.com


Demikianlah postingan Jika Ibu Tidak Mengatakan yang Sebenarnya kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Oke, See you di postingan berikutnya.

Anda telah membaca Jika Ibu Tidak Mengatakan yang Sebenarnya dari link https://alamsyah029.blogspot.com/2011/10/jika-ibu-tidak-mengatakan-yang.html

Baca Juga :


Post a Comment

 
Top